(Oleh : Mustafa Kamal Nasution,S.Pd.I.)
Pendahuluan
Berjuang adalah sesuatu yang tak
bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, keinginan untuk meraih
dan mendapatkan sesuatu adalah dasar untuk melakukan perjuangan dan
pengorbanan. Hal yang sungguh sangat jauh dari cernaan akal sehat manusia
ketika bermimpi namun tidak melakukan upaya agar mimpi itu menjadi nyata.
Dalam kamus bahasa indonesia kita
dapati kata berjuang memiliki arti
memperebutkan sesuatu dengan tenaga dan fikiran , berperang untuk merebut
kemenangan serta berjerih payah dalam mencari keuntungan. Sementara kemerdekaan
berasal dari kata merdeka yang memiliki arti :
bebas dari jajahan orang lain.
Dalam konteks perjuangan
kemerdekaan bangsa Indonesia berjuang adalah upaya untuk untuk membebaskan diri
dari cengkraman kezaliman kesewenang-wenangan dan penindasan penjajahan bangsa
lain atas bangsa indonesia. Jarahan hasil bumi, ekspoitasi manusia dalam bentuk
kerja paksa (rodi), tuntutan upeti atau pajak dari rakyat yang diluar kemampuan,
monopoli perdaganagan. Adalah contoh mengapa leluhur bangsa ini berjuang. Berjuang
dari sebuah kesadaran bahwa ada hak dalam hidup ini yang diambil paksa oleh
orang lain, demi meraih kembahi hak itu tidak ada pilihan kecuali berjuang
mati-matian.
Perjuangan itu tidak mudah
tantangan yang mereka lalui cukup panjang, 3.5 abad bukan waktu yang singkat,
berapa generasi sudah terlahir dalam belenggu penjajahan. Perlawanan demi
perlawanan muncul didaerah masing-masing dinusantara. Namun baru setelah ada
kesadaran bahwa tidak banyak yang bisa diperbuat kalau seluruh elemen bangsa tidk
bersatu, munculnya pemuda dari berbagai daerah yang menyatakan diri dalam
sumpahnya untuk satu kata INDONESIA MERDEKA
Asas penciptaan Manusia adalah
Merdeka
Fitrah asas
penciptaan manusia adalah bebas untuk berbuat dan bertindak dalam tararan
kebenaran. Dari penciptaan manusia bisa dilihat bahwa ketika lahir kedunia
manusia terdiri dari dua unsur yang saling mengikat, tidak bisa dipisahkan .
Unsur itu adalah jasmani dan
unsur rohani, dimensi pisik dan psikis. Tubuh ingin tumbuh dan berkembang terus
dia butuh makan, minum dia butuh perlindungan dari lapar cuaca dingin panas dia
ingin berkembang biak. Ini adalah fitrah fisiknya. Ketika fisik manusia tidak
mendapatkan haknya untuk menjalani proses alamiahnya berarti ada sistem yang
sedang tidak baik, dan ketika keterlibatan orang lain untuk mencoba melakukan
penghambatan berarti dia telah melakukan penjajahan dan penindasan. Tentunya
sang pencipta tidak ingin satupun dari ciptaan diciptakan diperlaakukan dalam
tirani kesewenang-wenangan.
Demikian juga fsikis mentaal dan
rohani, dia terbentuk dari wujud immateri, dia butuh ilmu untuk bisa berkembang
dalam keberadaban untuk melahirkan sebuah peradaban, membutuhkan rasa aman jauh
dari kekhawatiran, mewujudkan keinginan untuk bahagia dalam senyum. Bahkan dia
ingin damai dekat dengan tuhannya dalam peribadatannya. Cendrung pada kebenaran,
bebas dalam bersosialisasi dengan lainnya dalam keadilan, itu adalah bahagian
dari fitrah rohani bawaan manusia sebagai awal penciptaannya dimana sang pencipta
telah memberi gelar khalifah, pemimpin pengelola kebenaran dimuka bumi.
Keadaan yang fitrah itu seharusnya
tidak harus pada awal penciptaan saja, namun secara aflikatif harus
diterjemahkan dalam kehidupan nyata, ketika tubuh ini merasa sakit dipukul dan
dicubit, tentu makhluk lain juga pasti akan merasakan hal yang sama ketika
diperlakukan sedemikian rupa. Ketika kita marasa tidak nyaman di beritakan
sesuatu yang tidak sebenarnya kita lakukan, orang lain juga pasti akan
merasakan hal senada jika kita melakukan fitnah seperti itu.
Ketika kita menyalahi dan
mengabaikan pertimbangan ini, seperti seseorang yang menyebabkan fisik orang
lain disiksa, haknya dirampas, menebar aroma permusuhan yang membuat manusia
tidak aman, menghalangi manusi dari menuntut ilmu, beribadah, bermuamalah
dengan sesama manusia, berarti dia telah melakukan penindasan dan penjajahan
dan itu adalah kezaliman dan kemunkaran. Pasti siapapun orangnya yang dalam
keadaan tertindas itu tidak akan menerima dan dia tidak menemukan dan
mendapaatkan kemerdekaannya.
Dua unsur jasmani dan rohani adalah
anugerah Allah SWT dan harus disyukuri dalam bentuk terima kasih. Terima kasih
itu adalah bahasa lisan dari wujud dari etika menerima adalah menghormati yang
pemberi. Ketika terjadi penguasan terhadap satu diri oleh diri yang lain, itu artinya kekufuran itu
sama halnya merongrong hak Tuhan berarti ia telah mencoba memposisikan dirinya
pada posisi yang menguasai dan itulah penjajahan. Sementara Tuhan sendiri
setelah dia memberi fasilitas (ruh,indra/hati) justru ia membebaskan manusia untuk memilih
jalannya (merdeka). Namun dalam menjaga keadilanNYA, ia tetap memberi
rambu mana yang benar dan salah serta ganjaran atas perbuatannya diterangkan
dalam kitab sucinya. Dan sekali-kali memberi bukti kepada yang keterlaluan seperti
azab untuk pelajaran bagi hamba-hamba sesudahnya.
Memaknai HUT RI sebagai momentum
kebangkitan dan perbaikan
Refleksi kemerdekaan saat ini
harus dipandang luas, kemerdekaan dari belenggu penjajah yang kita dapat 17
agustus 1945 adalah anugerah dari Sang Maha pemberi Nikmat Allah SWT Tuhan yang
maha kuasa. Dulu kita diinfasi habis-habisan lewat agresi bangsa asing, hasil
bumi yang dikeruk rakyat yang dipekerjakan tidak selayaknya manusia. Penjajah
yang tidak memiliki nurani kemanusia memandang nenek moyang kita adalah budak
sekehendak hatinya apa yang akan diperlakukan pada mereka kerja paksa tanam
paksa, upeti yang luar batas kemampuan.
Berkat Doa, perjuangan kebersamaan
strategi dan kebijakan yang tepat akhirnya yang dicita-citapun berhasil dan bangsa ini pun merdeka. Kata MERDEKA itu di tebus dengan darah, air mata,
harta keluarga dan nyawa mereka. Dia itu adalah kakek buyut kita darah mereka
juga mengalir ditubuh kita ini. Dan tentunya tidak dengan mudah kita melupakan
perjungan itu.
Kata “MERDEKA” adalah salam
pertemuan dan perjuangan, setiap mereka bertemu pasti mengucap merdeka demikian
pula saat akan berpisah. MERDEKA yang senantiasa mereka katakan akan merasuk
kerelung hati dan fikiran sehingga yang terbentuk dalam setiap derap langkah
mereka adalah merdeka. Yang akhirnya melahirkan ide-ide baru, keterjagaan
semangat, simbol kesatuan visi dan tekad. Disamping itu kata mulia itu juga adalah
panjatan DOA dalam kepalan tangan teracung. Itu artinya bahwa yang punya hak
untuk memberi itu adalah sang maha tinggi dan kita pun harus memposisikan
semangat dengan tinggi. Satu kata namun
energi mempengaruhi mental senusantara.
Satu bukti menunjukkan tidak ada hal
mustahil ketika anak bangsa ini bersatu dengan visi misi yang sama doa yang
sama serta semangat dan langkah yang sama melahirkan sebuah kemerdekaan. Dan ending
dari perjuangan pahit itu membuahkan kemerdekaan walaupun diantara mereka tidak
sempat menikmati kemerdekaan itu sendiri.
Mungkin dari sisi pisik mereka
terjajah dan terpenjara namun fikiran mereka tidak pernah terpenjara, semangat merekapun tidak pula terkungkung, dikondisi itu mereka
mampu memberi anak cucunya hadiah terbesar dari karya tangan, doa dan kekompakan
mereka sebuah kebebasan dari kezaliman.
Mungkinkah kita generasi hari ini
kehilangan kata pemersatu layaknya sumpah gajah mada, sumpah pemuda serta
PASWORD merdeka dalam mengisi hari paska 17 agustus itu? Haruskan kita mencarai
kata baru sebagai yel-yel inspirasi,? Ataukah cukup dengan memadakan kata dan
simbolik dasar negara ini yang sudah kita kenal dari dulu seperti Bhineka
tunggal ika dan lainnya?
Disepanjang jalan kabupaten dan
kota yang kita lihat ada tugu juang, relips perjuangan patung patriotisme
simbol perlawanan akan ketidak adilan dan ketidak benaran. Harusnya setiap saat
api perjuangan mereka itu tetap menyala.
Kalau darah kita juga adalah
darah pejuang tentu kita tidak akan pernan berhanti menyuarakan api perjuangan.
Kobaran semangat tentunya akan terwaris pula didada kita. Patri nilai kebajikan
tentu akan terus hidup di mata hati kita. Kalau dulu mereka berjuang dengan
debaran jantung nasionalisme, memanggul senjata yang tidak berimbang, hutan
belantara, perbukitan menjadi istananya, diantara dentuman peluru, ditengah
politik adu domba yang dilancarkan penjajah. mereka tetap mampu berdiri tegar
dalam pandangan baik dan semangat yang tetap terjaga.
Kini sampai giliran bagi sebagai
pelanjut, yang menjadi sebuah tanya besar apakah nilai-nilai yang telah mereka
pertontonkan hanya akan ada dan tertulis dibuku sejarah dan pelajaran saja. Dan
apakah tidak akan kita coba untuk merefreshnya kembali sebagai bentuk auto
kareksi sebuah pengabdian dalam menterjemahkan makna hidup? Apakah kita tidak
ingin menjadi pahlawan yang akan tetap hidup dihati umat atau lebih luas dan
bermakna. Dan persembahan hidup terbaik kita dimata sang Pencipta?
Ranah perjuangan itu masih cukup
luas, dan peran itu masih bisa kita mainkan disetiap individi kita
masing-masing, tidak ada lagi baku hantam, dentuman peluru, kalau dulu serangan
itu nyata dan terang. Kini kita harus siap di berbagai serangan laten.terselubung, sistemik dan terencana.
Penjahan moral, penjajahan
ekonomi, tirani kekuasan, pendidikan, gesekan suku, agama. Perdagangan manusia
serta banyak lainnya. Tentu Kita harus mampu mengawalnya dengan semangat dan
pengabdian.
Generasi harus selamat dari
bahaya kerusakan moral, sebaran narkotika yang kadang sulit terbendung merebak
dikalangan anak-anak kita bahkan sampai kedaerah terpencil.
Tontonan yang kurang layak yang
mereka konsumsi dapat membentuk mental sex yang salah. Etika berbahasa serta kepekaan
yang tidak tertempa menjadikan pibadi yang angkuh (indivisualisme) pameran
kemewahan hura-hura dan poya poya( hedonisme) yang kadang dipaksakan oleh anak,
adik saudara kita lainnya demi mengikuti trend dan mode. Mungkin ini adalah
bahagian dampak globalisasi.
Kita masih melihat tokoh-tokoh
muda kita saat ini sudah mulai peduli arti pendidikan dan pendidikan
berkarkter, mencoba meninjeksi adik-adiknya dengan suplemen pengetahuan memberi
doktrinasi dan penyadaran bahwa sampai kapan kita mempertahankan kota kita
sebagai petro dollar. Dan ingin merobah mindset itu menjadi terpelajar kritis
(positif) dan peka dengan permasalahan kekinian di kota ini. Dari budaya
sekedar pamer gadget yang canggih diarahkan kebuadaya menulis yang kreatif. Itu
yang mungkin digagas teman-teman Labuhanbatu membaca yang bisa saya
cermati, Dari budaya rocker jalanan tanpa arah kepementasan seni berkarakter
penuh pesan moral. Budaya bercerita (mendongeng) yang kembali digiatkan oleh kampung
dongeng Serta komunitas-komunitas lainnya. (konteks kedaerahan)
Dan ada juga tokoh-tokoh muda
yang lagi berjuang dikampung-kampung orang yang suatu saat berniat kembali
pulang membawa angin perobahan pola dan cara pandang tentang perjuangan dalam
mengisi kemerdekaan. Menabur benih cinta lewat kesederhanaan bersikap namun
dalam kebesaran hati untuk mewujudkan kota yang maju dan religi.
Kita akan terus berharap
orang-orang bijak seperti ini dapat ketemu dan berkumpul dalam kesamaan TEMA untuk
berbuat demi mewujudkan masyarakat kita yang madani.
Kita harus tampil gagah,
berfikiran positif. Kita harus siap dengan kesadaran dalam bertuhan, kita harus
siap menambah pengetahuan diskusi dan berbagi rasa agar spirit itu tetap
menyala. Semangat dan strategi serta doa kita bersama adalah langkah ideal yang
bisa kita lakukan.
Mungkin seremonial tidak hasrus
kita tinggalkan, namun kandungan nilai dari detik-detik kemerdekaan itu harus
menjadi esensi perjuangan. Kita butuh ahli untuk menterjemahkan itu. Layaknya
kita butuh transleter untuk menerjemah beberapa buku asing. Demikian juga nilai
detik-detik kemerdekaan harus diterjemahkan agar generasi yang hidup sesudahnya
ini mampu merasakan dan memahami sehingga muncul semangat untuk berkarya.
Kita yakin anak-anak bangsa ini
banyak yang telah berbuat dari sisi keberdayaan masing-masing, dan tentu
dengan terjemahan makna kemerdekan yang baik dan meluas akan lebih banyak lagi
yang terpanggil dan berbuat.
Tulisan sederhana yang jauh dari
kesempurnaan ini hanya sebentuk kontemplasi di momen ulang tahun bangsa yang
amat kita cintai ini, karena bagaimanapun tidak terbersit untuk pindah
kebangsaan. Dan tidak ada jalan lain harus hidup ditengah bangsa ini. Walaupun
tak banyak yang bisa diperbuat hanya sekeder merenung dan berdoa, semoga jalan
da peluang untuk berkarya diberi Tuhan jalannya.
Kesimpulan.
Sebagai anak bangsa sekecil apapun
peran yang bisa kita lakukan pasti amat berjasa dalam mengisi dan membantu pertumbuhan
pembangunan masyarakan diera kemerdekaan ini. Ketika kita tidak mampu menjadi
manusia yang baik dan serba bisa TAPI kita pasti bisa untuk tidak menjadi orang
yang jahat.
Menghindarkan diri untuk
mencari-cari kesalahan siapun, atas ketidak benaran yang terjadi saat ini namun
lebih pada mencari solusi bersama untuk melahirkan kekuatan dan formula baru
demi sebuah perbaikan. Komunikasi yang santun dan tepat jauh lebih bereaksi
jitu dibanding harus radikal apalagi amoral. Sesuatu yang baik caranya juga
memang harus dengan yang terbaik. Kita harus bahu membahu saling menguatkan
sesuatu yang sudah baik. Niat dan strategi para pejuang itu cukup baik dan
hasilnya pun baik dan memuaskan.Perjuangan yang dilalukan
pendahulu kita layak kita pahami demi menjalani kehidupan kearah yang baik
Sebagai orang tua selayaknya
pantas menjadi telada karena ayah-ayah kita terdahulu telah menjadikan diri
mereka sebagai teladan bagi kita
Yang memiliki ilmu saatnya
kembangkan ilmu untuk memberi bukti kepada dunia indonesia punya segudang
inovator, paling tidak inovator akhlak yang baik ditengah congkaknya peradaban
negera sekuler.
Yang kaya saatnya tidak hanya
mementingkan diri ditengah kerumuan warga kumuh dan tak mampu, bercitalah
bagaimana finansial yang kita miliki bisa memberi senyum ditenagh rintihan
bathin tetangga yang kurang mampu.
Harapan terakhir bagi pemegang
tampuk kekuasaan bercerminlah pada the founding father bangsa ini, demi
kepentingan bangsa dia korbankan keinginan pribadinya. Kiranya semua kebijakan
berpihak pada rakyat, sudah saatnya lahir pimpinan yang rendah hati dekat
dengan rakyat, tidak mencari kemuliaan dimata manusia tapi lebih pada mencarai kemuliaan
di mata Allah SWT dan balasan bagi pemimpin yang adil dan baik itu adalah syurga.
Tempaan bulan Ramadhan sudah
dilalui kaum muslimin ditambah lagi HUT RI dibulan syawal ini sangat syarat pesan
dan makna, ramadhan mendidik manusia untuk tahu bahwa penjajah yang
sesungguhnya pada diri manusia itu adalah hawa nafsu yang tak terkendali
sehingga ia serakah, rakus sombong, tidak memiliki kepedulian dengan sesama, memperturutkan
nafsu sehingga membuatnya menjadi penipu, pembohong, pembunuh, pezina, dan
lainnya. Selama sebulan kendali yang salah itu ditekan dan diarahkan sehingga
ada kesadaran bahwa hidup ini harus lurus dan yang lurus, benar, dan baik itu
adalah fitrah. moga tertemukanlah makna itu bagi perbaikan masyarakan kita
kedepan amin ya Robbal alamin.
(ka Yayasan Banil Authon)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar