Jumat, 22 Januari 2016

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA SEBELUM SKB 3 MENTERI DILUNCURKAN SEBAGAI PENGARUH ATAS PERGOLAKAN PEMIKIRAN DALAM BIDANG GNOSISME



 " Mustafa Kamal Nasution"

Pendahuluan
Gnosisme adalah aliran mistisisme dalam Islam, secara umum mistisisme dalam Islam dibagi menjadi dua aliran yaitu tasawuf sunni (tasawuf dualistik) dan tasawuf falsafi (tasawuf monistik). Tasawuf sunni dibagi dua yaitu tasawuf akhlaki dan tasawuf amali, disebut dengan tarekat sedangkan tasawuf falsafi berupaya memadukan visi mistik dan visi rasional.[1]
Itulah Gnosis (misteri pengetahuan kerohanian) sufi. Pengetahuan itu mengembangkan suatu ajaran husus tentang hubungan syariah dan pa yang disebut hakikat (kebenaran batin). Banyak kaum sufi berpendapat, bahwa pencari yang sampai pada kebenaran mistik, berada diluar syariah hukum keagamaan  yang tidak lagi diperlukan, yang dimaksudkannya hanya untuk orang banyak dan mereka yang baru masuk Islam. Bahkan bagi mereka yang berpegang pada pandangan yang kurang ekstrim, hanya melihat segi yang positif dalam agama itu, yaitu suatu pendidikan, tangga yang dipakai dan kemudian dibuang. Bahkan sebagian lagi berpendirian bahwa hukum tidak dapat dipergunakan pada berbagai hal.[2]
Pembahasan
Dalam catatan sejarah Islam masuk ke Indonesia melalui beberapa jalur dan berbagai metode penyebaran, seperti melalui perdagangan, pernikahan dan di tempuh dengan jalan damai, Islam di Indonesia berkembang menjadi daerah-daerah kekuasaan atau kerajaan-kerajaan seperti Aceh, Banten, yang dimotori oleh para wali yang umum di kenal adalah wali songo.
Kolonialisme penjajah yang begitu kuat, bala tentara yang handal serta persenjataan yang kuat ditammbah strategi-strategi adu domba cukup handal membuat bangsa semakin carut-marut.
Kesadaran akan penjajahan dan penindasan mulai muncul ketika outra-putri bangsa menuntut ilmu ke luar Indonesia, ada yang belajar kenegeri Belanda (Eropa) dan ada yang memperdalam ilmu agama ke Mekkah (Saudi Arabiah). Tokoh-tokoh muda banyak yang terinspirasi, sebut saja Muhammad Dahlan, KH. Hasyim Asy`ari dan banyak lagi tokoh-okoh di atas mereka dan diantaranya sudah ada yang menjadi guru dan imam di masjidil Haram, ada Abdurrauf al Banjari dan lain-lain.
Seperti dikatakan bahwa tokoh Islam Ahmad Dahlan berhasil mendirikan organisasi Muhammadiyah pada 1912 dan Hasyim Asy`ari mendirikan NU pada 1926. Ini menunjukkan telah berubahnya cara pandang, pikir serta strategi untuk memerdekakan bangsa. Muhammadiyah cukup berjasa membawa perubahan. Disamping itu NU juga memandori angkat senjata terhadap penjajah adalah perang suci. Peran pesantren sepak terjang para ulama dan kiyai cukup signifikan.
Aliran gnosisme juga sangat berkembang bisa dilihat dari lahirnya beberapa rumah-rumah persulukan seperti di Besilam Langkat untuk wilayah Sumatera Utara juga andil besar terhadap perjungan Islam dan perjuangan kemerdekaan di Sumatera Utara, sudah barang tentu juga pondok pesantren adalah wadah penanaman nilai keagamaan, tauhid pada ummat Islam. Berdirinya pesantren-pesantren tradisional di Jawa, sebagian di Sumatera dan Aceh ada jamyah atau maknasahcukup memberi andil besar pemikiran pendidikan dan keagamaan ummat Islam.
Pendidikan Islam tradisional diakui cukup besar menanamkan hanya pada nilai agama dan melupakan nilai sain, bahkan mempelajari ilmu dunia, atau ilmu teknologi dianggap tidak penting. Karena yang membawa keselamatan hanya ilmu agama. Muncul dikotomi dan pelajaran pesantren dan madrasah, anak generasi Islam semakin jauh dari kemajuan ilmu pengetahuan. Pesantren dan madrasah tidak mengenal Matematika, tidak mengenal Bahasa Inggris.
Barulah setelah organisasi kemasyarakatan Islam bergerak dalam bidang pendidikan, dan dakwah ummat mulai bergeliat ummat Islam semakin menyadari akan ketertinggalannya. Barulah setelah kemerdekaan dan SKB 3 Menteri pesantren dan madrasah menyesuaikan kurikulum pendidikan umum dan agama sekaligus.
PAN Islamisme al Afghani dan pemikiran sejumlah perubahan Islam, Rasyid Ridha, Muhammad Adduh menyuarakan pembaharuan pemikiran Islam. Islam dipandang jumud, telalu percaya pada tahayyul khurofat dan lainnya. Solah pinti ijtihad tertutup, taqlid buta pada pendahulunya. Inilah yang coba direbut oleh para mujahid.
Kesederhanaan, menerima apa adanya dan hanya mementingkan kehidupan akhirat membuat ummat Islam mengalami kemundurun dalam catatan sejarah pasca seorang bangsa barbar mongolia 1258 M ke kota kekuasaan Bani Abbasyiah mengalami kemunduran, serta merta seluruh wilayah Islam juga semakin melemah, masa kejayaan Islam jatuh, disampil faktor eksternal dan internal tidak terlepas dari pelemahan penembangan pengetahuan dan filsafat disisi lain, walau ada satu kerajaan Islam yang masih dapat eksis yakni Turki Usmani hingga abad ke 17.
Demikian halnya Indonesia juga adalah bangsa yang sangat mudah berkembang hal-hal bersifat tahayyul dan khurafat sebagian lagi fanatis keagamaan yang tanpa pengembangan intelektual menjadi sasaran empuk penjajah, seperti apa yang pernah di ungkap oleh Dr Snouck Hurgronje seorang orientalis “biarkan umat Islam dalam ponatis keagamaan, namun jangan biarkan mereka berpolitik, mengembangkan perekonomian dan yang lainnya bersif keduniawian” ini adalah sebuah stetmen yang memandang Islam Indonesi adalah Islam fanatis, sehingga diberi kebebasan beribadah namun dibatasi pada hal-hal keduniaan.
Sebelum lahirnya SKB 3 Mentri tahun 1975 ada perbedaan yang mendasar antara lulusan dari madrasah dengan lulusan dari sekolah umum[3]. Perbedaan ini antara lain ada dua yaitu:
1.      Kesempatan untuk melanjutkan studi
Lulusan madrasah tidak memiliki kesempatan untuk memasuki universitas negeri, mereka hanya bisa melanjutkan keperuruan tinggi agama seperti IAIN, atau perguruan tinggi swasta
2.      Kesempatan kerja
Lulusan madrasah hanya memiliki kesempatan kerja terbatas didalam lingkungan Kementrian Agama atau lembaga-lembaga keagamaan
            Dalam keterangan lain disampaikan oleh Haidar Putra Daulay, adapun penyebab madrasah tidak memiliki kesetaraan dengan sekolah dalam hal melanjutkan studi disebabkan karena madrasah pada saat itu menitikberatkan kepada pengajaran ilmu agama, dan sedikit mata pelajaran umum.[4]
Inilah sasaran dakwah dan pendidikan Islam Indonesia, Muhammadiyah, NU, Alwashliyah, persatuan Indonesia dan PAN islam Indonesia untuk merubah cara pandang umat Islam untuk bangkit dan berkembang.Pengarauh gnosisme terhadap pendidikan islam adalah tidak diajarkannya ilmu-ilmu umum dimadrasah, namun pelajarn umum dipelajarai setelah adanya pebaharuan pendidikan Islam. Di Indonesia alwashliyah merupakan pengalihan dari gnosisme pda masa pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia.
C. Kesimpulan
            Adapun perkembangan pemikiran pendidikan Islam di Indonesia sebelum Skb 3 Menteri dapat dilihat dari kesempatan untuk melanjutkan studi. Lulusan madrasah tidak memiliki kesempatan untuk memasuki universitas negeri, mereka hanya bisa melanjutkan keperguruan tinggi agama seperti IAIN, atau perguruan tinggi swasta. Selanjutnya, kesempatan kerja lulusan madrasah hanya memiliki kesempatan kerja terbatas didalam lingkungan Kementrian Agama atau lembaga-lembaga keagamaandiluncurkan sebagai pengaruh atas pergolakan pemikiran dalam bidang gnosisme.
            Di Indonesia, pengaruh gnosisme bisa dilihat melalui maraknya lembaga-lembaga tarekat. Lembaga tarekat ini terdapat sampa ke pelosok pedesaan, pengaruh ini berdampak pada lembaga yang didirikan oleh indibidu, juga ada yang didirikan leh organisasi seperti organisasi Muhammadiyah, NU, dan al-Wasliyah. Di Indonesia, al-Washliyah dikatakan sebagai pengalihan dari gnosisme.




           
DAFTAR PUSTAKA
Dja`far Siddik dan Ja`far, Jejak Langkah Intelektual Islam ( Medan:Penerbit IAIN Press, 2010)
Fazlurrahman, Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 227-228.
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara (Jakarta: Rineka Cipta, 2009)

Haidar Putra Daulay, Sejarah Peertumbuhan dan Pembaharuan  Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2014)




[1]Dja`far Siddik dan Ja`far, Jejak Langkah Intelektual Islam (Medan:Penerbit IAIN Press, 2010), h. 62
[2]Fazlurrahman, Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 227-228.
[3]Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 18.
[4]Haidar Putra Daulay, Sejarah Peertumbuhan dan Pembaharuan  Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2014), h. 4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar