Selasa, 26 Februari 2013

MEMPERSIAPKAN GENERASI YANG TANGGUH

                                              
Dan Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya. oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka bertutur kata yang benar. (QS.Annisa : 9)



Sasaran ayat tersebut adalah kepada para orang tua yang diharapkan memikirkan keberlangsungan nasib serta masa depan generasi anak keturunan mereka, ayat ini juga menjadi sandaran dan dasar pijakan yag kuat bahwa Al-Quran memandang masa depan yang akan dihadapi generasi itu tidak mudah namun  penuh dengan tantangan. dan sangat bisa dipastikan berbeda jauh dengan zaman yang dialami para orang tua mereka saat ini.

Sebagai orang tua kita diharapkan mampu menghadirkan sebuah generasi yang tangguh bertahan dengan sejumlah tantangan masa depan yang semakin komplek yang kelak akan dihadapinya. orang tua adalah pemimpin bagi anak-anak nya dan yakinlah  kelak kita akan dimintai pertanggung jawaban terkait dengan kepemimpinan kita baik penjagaan, pengasuhan pendidikan dan lainnya.
Kata dhi`aafa (lemah) dalam ayat di atas tentu berdimensi luas. Mencakup berbagai aspek kehidupan, diantaranya

Lemah Imannya

Kita umat Islam jangan sampai meninggalkan generasi yang lemah imannya. Karena kalau goyah pada dimensi keimanan ini, maka hidup ini tidak ada artinya menurut pandangan agama. Lemahnya keimanan sangat berpengaruh besar terhadap rusaknya moral, saat ini yang kita lihat maraknya kejahatan terjadi  karena  rasa  takut  kepada   Tuhan  tidak  ada  lagi,  kecanduan  narkotika  yang  membuatnya  bangga, duduk berlama-lama bermain game online melewatkan banyak waktu sholat dan  waktu  belajar,  pakaian  yang tidak sesuai ajaran agama, bahasa yang kasar dengan orang tuanya serta banyak lagi  yang kesemuanya bermuara akan lemahnya akidah dan keimanan mereka. nasehat agar memegang taguh ketauhidan pada anak nya adalah suatu keharusan oleh setiap orang tua, yang sedemikian itu telah dicontohkan Lukmanul hakim pada anaknya yang tercantum dalam QS Luqman : 16) yang artinya : "hi anakku sesungguhnya jika ada sesuatu perbuatan seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau dilangit atau didalam bumi niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya) sesungguhnya Allah maha halus lagi maha mengetahui"

dipenghujung ayat tersebut adalah bentuk penanaman nilai keimanan tersebut, karena pada Allah tidak ada sesuatupun yang tersembunyi dilangit maupun dibumi tadak ada yang menghalangi batas pandangan NYA.                      

Lemah Fisik dan Mentalnya

Tubuh yang sehat dan bugar juga modal yang sangat berharga, Jangan sampai anak anak kita punya fisik yang lemah, rentan terkena penyakit. Maka ini adalah tanggung jawab orang tua untuk menyiapkan generasi yang sehat fisiknya, sehat ekonominya dan juga sehat secara pendidikan.

Tantangan anak kita kedepan semakin komplek perkembangan Iptek saat ini telah membuat anak kita mudah goyah. Ilmu pengetahuan dan teknologi membawa kemajuan luar biasa keseluruhan dimensi kehidupan, dimensi sosial, budaya, ekonomi dan sebagainya. Perkembangan Iptek secara tidak langsung membawa tantangan kepada anak-anak kita. Dari situasi ini seringkali yang muncul krisis identitas mereka tidak mau menunjukkan identitas sebagai seorang muslim dan bahkan mereka merasa malu dan enggan untuk menampakkan identitas sebagai generasi muslim. Faktor yang menjadi pemicu krisis identitas kultural adalah lemahnya pemahaman akan agama Islam. Anak-anak kita seringkali hanya terfokus pada studi di sekolah saja dan melupakan tugas utamanya sebagai seorang muslim yaitu mengaji, ibadah lainnya. Menuntut ilmu bukan hanya sekedar di bangku sekolah formal. saat ini pemerintah membuat sebuah program Maghrib Mengaji, menyadarkan kita kembali tentang pentingnya pembangunan mental rohani yang baik, ilmu agama juga bisa didapat dengan mengikuti majelis taklim secara langsung atau dengan menonton tayangan dakwah di TV, membelikan anak cerita bergambar yang islami dan banyak lagi cara kita untuk dapat memahamkan ilmu agama pada anak atau kita sendiri selaku orang tua.

Lemahnya kreatifitas dan keterampilan.

Keterbatasan keterampilan dan kreatifitasl membuat banyak generasi Islam goyah dalam hidupnya. Kalau sudah goyah, ini akan membahayakan mental mereka. Dalam situasi yang sudah mengglobal dan sangat kompleks 
seperti sekarang,  akan sangat rentan bagi anak kita terseret dalam kerapuhan iman. Dan yang lebih penting saat ini adalah  bagaimana  kita  turut  membantu  mengembangkan  keterampilan, kreatifitas, skill dan menumbuhkan jiwa entrepreneur dalam diri setiap generasi  muslim.  Bukankah  Rasulullah sendiri  adalah suri  teladan yang nyata  bagi umat Muslim untuk mengembangkan jiwa wira usaha.

Orang Tua Adalah Pendidik utama 

Rasul mengingatkan bahwa anak dilahirkan dalam keadaan bersih suci tergantung orang tuanya mau menjadikan anak itu yahudi nasrani atau majusi, ini berarti aorang tua adalah pendidik yang paling utama bagi anaknya. Dalam membantu fungsi orang tua dalam mendidik karena kesibukan aktifitas orang tua nya sehingga anak dimasukkan kesekolah dibimbing oleh para guru, namun dirumah kiranya kita orang tua mampu mewarnai kehidupan anak-anak kita serta kita haruslah menjadi teladan yang baik buat anak-anak kita. Untuk itu dua hal berikut harus menjadi fokus perhatian penting bagi orang tua :

Pertama, perhatian tentang akhlak kita sebagai orang tua.  anak   akan belajar pertama kali dari cara orang tua mereka, karena begitu dekatnya jarak antara anak dengan orang tua sehingga orang tua adalah contoh nyata perilaku diawal kehidupannya. akhlak ini adalah sifat yang harus dimiliki setiap muslim, akhlak adalah sifat-sifat yang diperintahkan Allah kepada seorang muslim untuk dimiliki tatkala ia melaksanakan berbagai aktivitasnya.  sebagai orang tua kita harus mengerti soal ini. faktanya ada yang begitu. Contoh ada orangtua yang suka ikut memprovokasi anaknya untuk bertengkar dengan temannya. mengajarkan anak untuk membalaskan dendam misalnya. Akibatnya anak jadi sombong dan angkuh apabila bergaul, juga kerap berbuat keributan karena ada pembelaan orang tuanya
Kita berharapa anak kita sopan santun dalam berkata-kata namun budaya rumah kita masih dihiasi dengan kata-kata kotor kasar merendahkan membanding-bandingkan, tentu anak akan mengalami kebingunan dimana dia diharapakan santun sementara yang terdengan terlihat dan dialami langsung adalah kekasaran. pertengkaran yang saling memburukkan sampai pada caci maki.
Demikian juga berbusana muslimah, anak disuruh berbusana muslimah diantar sekolah dengan sopan sementara ibu atau keluarga yang mengantar tidak berbusana muslimah tentu pertentangan bathin bagi anak tersebut. 
Mulailah kita introspeksi diri sejauh mana sudah akhlak kita, mental buruk kita yang pastinya akan menjadi pembenaran sikap anak kita kedepan.

Kedua, Ibadah orang tua banyak yang dilalaikan. kita senantiasa berharap anak kita dapat tumbuh menjadi anak yang sholih-sholihah, sehingga kita rela mengangtarkannya ketempat guru mengaji untuk dididik membaca al qur'an serta dapat belajar sholat dengan baik, sehingga Seorang tua sering menyuruh anaknya untuk sholat dan marah kepada anak yang tidak mau melaksanakan sholat sementara orang tuanya sendiri juga tidak melaksanakan sholat tentu akan menjadi sebuah bahan protes bagi anak. 
ajarkan anak untuk mencintai masjid membiasakan mereka dengan sholat berjamaah, lingkungan masjid sangat baik untuk melatih mental dan pergaulan anak-anak kita

atau mungkin kita menyuruh membaca alqur'an sementara orang tuanya sendiri tidak pernah mau membaca alqur'an bersama nya,
kita sadar bahwa ini adalah bagian dari kelalaian kita selaku orang tua yang mungkin saja tidak disadari namun bisa sangat berpengaruh besar dalam pembentukan karakter mereka.  wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar